ARTIKEL ILMIAH PROSES BERPIKIR DAN MEMORI PADA REMAJA SEBAGAI FONDASI DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN
Nama:
Ulan Safitri NPM: 202310415079
Kelas:
4A2 Psikologi Komunikasi
Dosen
Pengampu: Nurul Fauziah. S.Sos, M.I.kom
PROSES
BERPIKIR DAN MEMORI PADA REMAJA SEBAGAI FONDASI DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN
Pendahuluan
Berpikir
merupakan proses mental yang dilakukan oleh manusia untuk mengingat, mengolah,
dan menyimpulkan informasi yang tersimpan dalam ingatan atau memori dan hal
tersebut bertujuan untuk menghasilkan pengetahuan dan keputusan valid. Berpikir
ialah serankaian proses pemikiran yang mengikuti jalan tertentu dalam
memperoleh pengetahuan, pembentukan pendapat, dan pengambilan keputusan
(Ahmadi, 1998). Berpikir artinya sebuah proses pemahaman yang realitas atau
fakta dan menerpa individu dari kejadian yang sedang dialami, orang tersebut
secara alami akan bertindak dan berpikir dalam pengambilan keputusan yang baik
dan tepat.
Setiap
orang pada dasarnya memiliki kemampuan untuk mengingat, sebab memori adalah
kapasitas seseorang dalam menyimpan dan mengingat berbagai peristiwa atau
informasi. Namun, tidak semua individu mampu menggunakan potensi memori
tersebut secara maksimal. Karena banyak sekali orang hanya memanfaatkan
kemampuan mengingat mereka sebatas kebutuhan, sehingga masih terdapat banyak
sekali ruang dalam memori yang tidak terisi dengan baik dan tidak dimanfaatkan
secara optimal.
Bangsa Yunani Kuno dikenal telah menciptakan suatu sistem untuk membantu daya ingat yang disebut dengan mnemonic. Istilah ini berasal dari nama dewi yang mereka hormati sebagai pelindung ingatan, yaitu Mnemosyne. Pada masa itu, teknik mnemonic dipakai sebagai alat tukat pengetahuan diantara para intelektual elit dan digunakan untuk mengingat informasi dalam skala besar. Kemampuan ini menjadi prestasi yang sangat dihargai, karena memberikan pengaruh cukup besar dalam kehidupan pribadi, ekonomi, politik, dan militer masyarakat Yunani saat itu.
Memori
terdiri atas tiga tahapan utama, yaitu perekaman, penyimpanan, dan pengambilan
kembali. Perekaman (recording), ialah proses pencatatan informasi yang
berlangsung melalui reseptor indera dan jaringan saraf didalam tubuh. Sementara
itu, penyimpanan (storage) berperan dalam menentukan berapa lama, dalam
bentuk seperti apa, dan dimana informasi tersebut akan tersimpan. Proses
penyimpanan ini berlangsung bisa secara aktif maupun pasif. Penyimpanan aktif
berarti setiap ingatan akan tersusun dengan rapih dan tidak mudah hilang,
sedangkan penyimpanan pasif adalah sebaliknya, yaitu ketika daya ingat jarang
digunakan dapat mengakibatkan memori menjadi lemah dan mudah terlupakan.
Tahapan terakhir adalah pemanggil (retrieval), yaitu proses mengakses
kembali dan menggunakan informasi yang sudah tersimpan dalam memori (Rakhmat J,
2000). Menurut teori Aus, memori bisa menjadi lemah dan hilang karena akibat
waktu atau kondisi tertentu. Hal ini mirip dengan otot manusia, semakin kuat
dilatih maka akan semakin kencang otot-ototnya, sama halnya dengan daya ingat
yang semakin sering digunakan dan dilatih maka memori akan semakin tajam
didalam ingatan manusia.
Menurut
Plato, memori ini berasal dari dunia ide yang bersifat kekal, saat manusia
lahir memori akan kembali muncul melalui proses penginderaan dan pengalaman
yang dialami. Dalam teori inferensi, memori dianalogikan seperti meja lilin
atau kanvas. Pengalaman dianggap sebagai lukisan yang tergambar pada meja lilin
atau kanvas tersebut, misalnya setelah sebuah gambar terlukis, kita kemudian
berusaha merekam dan mengingatnya. Dari sudut pandang kognitif, memori dipahami
sebagai kekuatan jiwa yang mampu menerima, menyimpan, serta memunculkan kembali
kesan-kesan yang pernah dialami. Kemampuan mengingat ini menunjukan bahwa
manusia memiliki kapasitas untuk menyimpan dan mengaktifkan kembali ingatan
yang pernah dialami. Namun, tidak semua pengalaman tersimpan secara utuh dalam
ingatan, karena ada berbagai faktor yang memengaruhi cara kerja memori. Salah
satu faktor tersebut adalah kondisi fisik, misalnya ketika seseorang merasa
lelah secara jasmani maupun batin, hal tersebut dapat menurunkan kemampuan
mengingat. Faktor lain yang berperan adalah emosi, pengalaman yang menyentuh
perasaan akan cenderung lebih mudah diingat dan terus melekat dalam ingatan
seseorang.
Abu
Ahmadi dalam penelitian Memahami Memori mengatakan bahwa ada enam metode
penyelidikan umumnya digunakan untuk meneliti ingatan atau memori. Metode
mempelajari (The Learning Method), artinya metode ini digunakan untuk
menyelidiki tentang ingatan seseorang dengan berbagai cara termasuk melihat
sampai sejauh mana waktu yang diperlukan dan usaha apa yang dijalankan untuk
dapat menguasai materi yang dipelajari dengan baik dan benar tanpa adanya
kesalahan. Metode mempelajari kembali (The Learning Back Method), metode
ini merupakan seseorang harus mempelajari materi Kembali yang pernah dipelajari
yang bertujuan untuk mengasah memori sehingga orang tersebut tidal lupa ingatan
denga napa yang ia pelajari sebelumnya. Metode rekonstruksi, yang dimana orang
tersebut disuruh untuk mengonstruksi kembali suatu materi yang diberikan
kepadanya. Metode mengenal kembali, ialah sebuah metode yang dimana individu
tersebut dikenalkan kembali dengan materi yang hamper sama dan bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana orang tersebut paham dan mengingat materi tersebut.
Metode mengingat kembali, yang dimaksud metode ini adalah seseorang yang akan
disuruh untuk mengingat kembali kejadian atau materi yang pernah ia pelajari
dan alami. Metode asosiasi berpasangan, metode terakhir ini merupakan metode
yang mempelajari bagaimana dua individu akan dipasangkan untuk melihat sejauh
mana kemampuan dari pasangan tersebut.
Kata “remaja”
sendiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu “teenager”, yang merujuk pada
seseorang berusia antara 13 hingga 19 tahun yang sedang memasuki remaja. Dalam
bahasa Latin, istilah lain untuk remaja “adolescence”, yang berarti
proses tumbuh menuju kedewasaan (Ali, 2009). Masa remaja sering kali dikaitkan dengan
berbagai mitos dan stereotip tentang perilaku menyimpang atau ketidakstabilan
terutama karena pada periode ini remaja cenderung masih labil dalam mengambil
keputusan. Remaja diartikan sebagai individu yang berusia antara 10 hingga 24
tahun sedang bertransisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa, hal ini juga
merupakan awal dari kemampuan reproduksi. Oleh sebab itu, penting bagi kita semua
untuk mempersiapkan sejak dini agar mampu mengatasi ketidakstabilan dalam
pengambilan keputusan (Zulkifli, 2005).
Perkembangan
dimasa remaja diwarnai dengan perubahan, perubahan tersebut dikarenakan adanya
tekanan dan gangguan pada emosi (Fitri, Zola, et al, 2018). Pada masa kanak-kanak,
anak-anak menghabiskan ribuan jam untuk berinteraksi dengan orang tua, teman,
dan lingkungan sekitarnya. Saat memasuki masa remaja, mereka akan mulai
menghadapi berbagai perubahan, baik secara biologis maupun fisik. Pada periode
ini, remaja juga akan mengalami pengalaman baru serta perkembangan lainnya.
Menurut Hurlock (1980), dalam perspektif psikologi bahwa masa remaja adalah
tahap diamana individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa dan tidak
lagi merasa berada dibawah tingkat orang yang kebih tua dengannya. Fase
kehidupan remaja sendiri berlangsung antara usia 12 hingga 21 tahun untuk
perempuan dan 13 hingga 22 tahun untuk laki-laki (Mohammad Ali, 2009). Usia 17 atau
18 tahun dianggap sebagai awal masa remaja, sedangkan usia 17 hingga 21 tahun
termasuk kedalam masa remaja akhir. Namun, menurut hukum di Amerika Serikat,
seseorang dianggap dewas saat mencapai usia 18 tahun dan berbeda dengan
pandangan beberapa ahli lainnya. Remaja juga dapat dikatakan telah memasuki
masa baligh dan mengalami fungsi hormon reproduksi yang dimana Perempuan mulai
menstruasi dan laki-laki mengalami mimpi basah (Elida, 2006).
Masa
puber pada anak remaja merupakan sebuah proses transisi yang tumpang tindih, karena
pubertas itu terjadi diantara masa kanak-kanak hingga remaja. Istilah adolescence
lebih menekankan pada perubahan psikososial atau kematangan yang menyertai fase
pubertas tersebut. Secara umum, pengaruh pubertas pada anak perempuan cenderung
lebih besar dibandingkan pada anak laki-laki, karena perempuan mengalami
kematangan lebih cepat. Salah satu dampak dari perubahan selama pubertas adalah
meningkatnya kecenderungan untuk menyenderi dan menarik diri dari pergaulan
dengan teman maupun keluarga. Emosi sendiri merupakan reaksi psikologis yang
tercemin melalui perilaku, seperti rasa senang, sedih, berani, takut, marah,
cinta, kasih sayang, dan sebagainya (Elida, 2002).
Tinjauan Pustaka
Artikel
ini menggunakan metode literature review, adalah suatu kajian ilmiah
yang akan berfokus pada satu topik penelitian tertentu. Literature review
sendiri memberikan gambaran mengenai perkembangan suatu topik penelitian
tertentu. Artikel ini bertujuan bagi peneliti untuk mengetahui bagaimana proses
berpikir dan memori pada anak remaja dalam mengambil sebuah keputusan.
Menurut
Lewis (1981), masa remaja adalah masa yang dimana meningkatkan dalam pengambilan
keputusan, remaja akhir lebih berkompenten dalam mengambil sebuah keputusan dibandingkan
dengan remaja awal. Sebagian orang bisa ngambil sebuah keputusan secara baik
dan tepat apabila mereka dalam keadaan dan kondisii tenang dan tidak dalam
keadaan emosional. Tekanan yang dirasakan akan mempengaruhi beragam aspek
kehidupan, misalnya cara remaja dalam mengambil keputusan (Gati, et al, 2001).
Kesulitan
dalam pengambilan keputusan karir merupakan suatu kondisi atau keadaan yang
dimana orang tersebut berada pada situasi cukup sulit dalam menghasilkan suatu tindakan
melalui proses evaluasi dari beberapa alternatif lainnya, misalnya seperti
remaja yang biasanya akan merasa sulit dan dilema dalam mengambil keputusan dan
ditambah remaja tersebut dalam kondisi yang baru lulus sekolah dan sedang
mencari pekerjaan. Menurut Gati et al (1996), kesulitas dalam pengambilan keputusan
ada tiga aspek, yaitu kurangnya persiapan, kurangnya informasi, dan informasi
yang tidak konsisten.
Daya
Tarik dalam psikologis dikenal sebagai physical attractiveness, ialah sebagai
aspek penampilan yang dianggap oleh individu lain sebagai hal yang menarik
secara visual, seperti raut wajah, fisik dan penampilan (Baron & Byrne,
1994). Remaja yang menarik cenderung akan menerima respons lebih positif dari
lingkungannya, individu yang menarik dapat menimbulkan reaksi yang lebih
menguntungkan dari orang lain dibandingkan dengan remaja yang kurang menarik
bagi orang lain. Self-esteem adalah bagian dari evaluasi dari konsep
diri dalam penilian atas seberapa berharga individu tersebut (Papalia et al.,
2012). Masa remaja ditandai dengan meningkatnya cara berpikir secara kritis,
seperti apa, kenapa, sebab, dan akibatnya, namun anak remaja juga tetap memerlukan
kehangatn dan keserasian dalam keluarga dan hal tersebut dapat membantu
bagaiamana cara ia berpikir atau mengingat. Pada masa ini biasanya senang
bergabung dengan mereka semua yang sebaya dengan dirinya, karena mereka merasa
akan membentuk hubungan emosional yang sesuai dan selaras.
Pembahasan
Artikel ilmiah ini membahas apa saja yang terjadi pada remaja dengan memori dan cara berpikir sebagai fondasi dalam mengambil sebuah keputusan. Menurut Peale (2008), seseorang yang memiliki pola pikir positif cenderung meraih kesuksesan, menunjukkan sikap optimis, mampu menyelesaikan masalah dengan baik, dan terhindar dari rasa takut akan kegagalan. Individu atau anak remaja zaman sekarang diharuskan mempunyai pemikiran yang positif, karena jika memiliki pemeikiran yang negatif maka untuk menjalankan kehidupannya tidak akan bisa semulus dengan remaja pemikiran positif. Tetapi seseorang yang mempunyai pemikiran yang negatif akan selalu membekas didalam memori seseorang, karena adanya campuran dari emosional sehingga orang tersebut selalu mengingat keburukan orang lain dibandingkan kebaikan oran tersebut. Oleh karena itu, untuk anak-anak yang sedang memasuki fase remaja awal harus bisa membedakan dan mengelola bagaimana cara mempunyai pemikiran yang positif dan daya ingat yang bagus.
Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Wadsworth dan rekan-rekannya (2004), berpikir
positif merupakan salah satu strategi refleksi diri yang digunakan seseorang
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dianggap penuh tekanan. Remaja
yang memiliki sikap optimis cenderung mampu bertahan menghadapi berbagai
masalah dengan keyakinan bahwa mereka akan berhasil. Sebaliknya, remaja yang
kurang optimis biasanya memandang
kegagagalan sebagai bencana yang berkepanjangan dalam hidupnya dan menganggap
kegagalan tersebut sebagai akibat kesalahan pribadi (Lopez & Snyder, 2002).
Berpikir positif sendiri adalah sebuah keterampilan kognitif yang bisa
dipelajari melalui latihan. Bagi individu yang kurang optimis, mengembangkan
pola pikir positif dapat mejadi proses pembelajaran yang membantu mereka dalam
menghadapi pengalaman yang dialami (Lestari, 2005).
Kesimpulan
Artikel
ini mendapatkan sebuah kesimpulan berupa apa itu memori, berpikir, dan remaja.
Anak-anak yang sedang mengalami puber biasanya akan dilema atau labil dalam
mengambil sebuah keputusan. Oleh karena itu, artikel ilmiah ini dibuat
bertujuan bagaiamana cara dan fondasi apa saja yang seharusnya remaja lakukan
dengan beberapa metode. Ketika anak-anak yang sudah memasuki fase remaja,
cenderung daya ingat atau memori akan menuru, artikel ini juga memberikan
beberapa metode bagaimana cara untuk memperkuat daya ingat manusia terutama
pada anak remaja. Selain itu, memori juga mempunyai beberapa proses kerja,
seperti perekaman, penyimpanan, dan pemanggilan.
Berpikir
sebagai sebuah proses yang dimana pemahaman terhadap realitas atau fakta telah
menerpa individu dan dari kejadian yang sedang dialami, orang tersebut secara
alami akan bertindak dan berpikir dalam pengambilan keputusan yang baik dan
tepat. Sedangkan memori ialah kemampuan atau kapasitas seseorang dalam
mengingat sebuah kejadian atau hal apapun itu. Berpikir dan memori atau daya
ingat manusia bisa dikombinasi untuk menciptakan suatu fondasi dalam
pengambilan sebuah keputusan, anak yang sedang memasuki tahap remaja awal
hingga akhir diharapkan bisa memanfaat hal tersebut dengan bijak yang bertujuan
untuk mengambil keputusan yang benar dan tepat disaat kondisi kritis, seperti
dihadapkanya sebuah pilihan yang mengaruskan untuk memutuskan saat itu juga,
dengan menggabungkan dua hal tersebut diharapkan bisa mengambil keputusan
dengan tepat.
DAFTAR
PUSTAKA
Elita, F. M. (2004). Memahami
Memori. Mediator: Jurnal Komunikasi, 5(1), 147-160.
Marwati, E. (2015). Pelatihan
berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pada remaja di panti
asuhan. MENDIDIK: Jurnal Kajian Pendidikan dan Pengajaran, 1(2),
147-154.
Fhadila, K. D. (2017). Menyikapi
perubahan perilaku remaja. JPGI (Jurnal Penelitian Guru Indonesia), 2(2),
16-23.
Islamadina, E. F., & Yulianti,
A. (2017). Persepsi terhadap dukungan orangtua dan kesulitan pengambilan
keputusan karir pada remaja. Jurnal Psikologi, 12(1),
33-38.
Nurindah, M., Afiatin, T., &
Sulistyarini, I. (2012). Meningkatkan optimisme remaja panti sosial dengan
pelatihan berpikir positif. JIP (Jurnal Intervensi Psikologi), 4(1),
57-76.
Rakhmat, J., & Surjaman, T.
(1999). Psikologi komunikasi. Remaja Rosdakarya.
Octavia, S. A. (2020). Motivasi
belajar dalam perkembangan remaja. Deepublish.
Hastuti, R. (2021). Psikologi
Remaja. Penerbit Andi.
Gunarsa, S. D. (1991). Psikologi
praktis: anak, remaja dan keluarga. BPK Gunung Mulia.
Surbakti, F. B. (2009). Kenalilah
anak remaja anda. Elex Media Komputindo.
Komentar
Posting Komentar